Minggu, 19 Desember 2010

Resensi ISI: oleh Howl Hara

Saat mulai membaca buku ini, saya beranggapan bahwa ISI bukanlah sesuatu yang baru. Tapi semua dugaan saya perlahan terbantah. Karya "Betina" satu ini telah berhasil memunculkan keunikan dari alur cerita yang sepertinya terlihat umum.

Pada bagian Flash Fiction dan Cerita Cerita Pendek, Dee Dee berhasil menampilkan sekilas gaya penulisan masa depan dengan tema-tema yang barubukan seperti kisah kebanyakan di masa lalu. Si penulis berhasil menyampaikan bayangan , gambaran akan sekian banyak kemungkinan. Bukan hanya sebagai bantahan terhadap fiksi kontemporer yang kebanyakan membawa satu tema serupa tapi tak sama (entah itu penderitaan karena suatu penyakit atau kematian yang sangat awam. Tidak, terimakasih!), tetapi lebih sebagai suatu alternatif baru dalam bercerita. Keterbukaannya dalam memanikan bahasa, kebebasan dalam gaya penulisannya, terasa begitu segar dan unik.

Ketika saya meneruskan membaca Tetralogi Roman, saya masih merasa begitu buta tentang apa yang coba disampaikan si penulis. Karena kualitas ketegangan, psikologis dan filosofis dari kisa tersebut tidak benar-benar muncul hingga halaman-halaman terakhir. Lalu apa yang menarik saya untuk terus membacanya hingga selesai?

Suara. Saya seperti mendengar langsung si penulis bercerita. Tajam. Renyah. Dan jelas. Ini adalah sesuatu yang benar-benar... Baru!

Ketika berpapasan dengan judul Dilanda Syalala pada halaman terakhir, bayangan saya tentang basa-basi murahan pun sempat terpapar pada awalnya. Tapi mengapa saya tertawa meringis setelah mengetahui semua isi dari cerita tersebut? Di sinilah euforia sebuah fiksi berhasil ditampilkan.

Akhirnya, apa yang saya pelajari setelah membaca buku ini adalah; bagaimana si penulis bisa menyisakan sebuah ruang bagi pembacanya, dan mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar